Acara Diskusi FLP mencerahkan. exmple

Blog ini masih dalam perbaikan. FLP senantiasa berkomitmen untuk menjadikan organisasi menulis ini menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk Indonesia

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 30 November 2010

Cerpen : PATUNG IBU

Oleh Ahmad Ijazi H

Entah sudah kali keberapa Tania melihat patung itu dari dekat. Patung seorang wanita. Diletakkan di sudut ruang tamu. Patung itu belum jadi. Hanya bagian wajahnya saja yang sudah berbentuk, itu pun masih kasar. Sedangkan bagian tubuh yang lain belum berbentuk sama sekali. Sekilas wajah patung itu mirip dengan wajah ibu. Hampir enam tahun patung itu diletakkan di tempat itu tanpa seorang pun berani menyentuhnya.

Tania heran. Patung itu patung terjelek yang pernah dia lihat. Tapi diletakkan di tempat terhormat, ruang tamu. Padahal Tania tahu, di rumah ini ada beberapa patung yang bentuknya jauh lebih bagus dari patung itu. Tapi tak pernah dipajang di ruang tamu.

Patung itu pahatan ayah. Ayah memang mahir memahat sejak SMA. Walau pun akhirnya ayah menjadi anggota TNI Angkatan Laut, dia tetap gemar memahat saat ada kesempatan. Banyak patung-patung hasil pahatan ayah menghiasi rumah ini.Tania terus menatap lurus patung itu. Dia masih ingat. Patung itu ayah buat untuk hadiah ulang tahun ibu, yang ke 33. Waktu itu Tania masih berumur sepuluh tahun. Ayah berjanji akan menyelesaikan patung itu dalam waktu tiga minggu, tepat pada hari ulang tahun ibu. Namun baru seminggu pertama pembuatan patung itu, ayah dan beberapa temannya mendapat tugas dari panglima komandan Angkatan Laut untuk ke luar daerah. Ada gurat kekecewaan saat ibu melepas kepergian ayah.

“Aku tahu kau kecewa,” ucap ayah waktu itu sambil menatap wajah ibu lekat. “Tapi ini sudah menjadi tugasku. Aku berjanji akan kembali secepatnya. Patung itu pasti akan selesai tepat pada hari ulang tahunmu besok.”

“Aku akan selalu setia menanti kau kembali…” lirih terdengar suara ibu.

Ternyata hari itu adalah hari terakhir ibu melihat wajah ayah. Ibu setia dalam penantiannya, namun ayah tak kunjung datang. Sampai hari ulang tahun ibu menjelang, ayah tak juga pulang. Hingga akhirnya ibu mendapat berita duka––kapal yang ditumpangi ayah bersama rombongan tenggelam diterjang badai. Delapan tentara tewas dalam peristiwa naas itu, sementara tiga tentara yang lain dinyatakan hilang, termasuk ayah. Ibu benar-benar terpukul.

Hingga kini ibu tetap berharap ayah kembali. Walau telah enam tahun tak ada kabar berita. Ibu benar-benar wanita yang setia. Walaupun banyak laki-laki yang menghampirinya, pendirian ibu tak pernah goyah. Ibu yakin ayah masih hidup.

Tania belum mengalihkan pandangannya menatap patung itu. Dia masih penasaran, kenapa ibu selalu melarangnya menyentuh patung itu. Kalau Tania tanya, ibu selalu memberi alasan yang membuat kening Tania berkerut tak mengerti.

Tadi ibu dan Bik Narti sedang memasak di dapur menyiapkan makan malam. Tania celingukan, menoleh kiri kanan. Aman. Dengan jantung berdebar-debar, Tania menjulurkan tangannya hendak mengelus wajah patung itu.

“Jangan sentuh patung itu!” perkataan ibu terdengar dingin seperti biasa. Tania heran. Selalu saja ibu mengetahuinya saat dia ingin menyentuh patung itu. Apakah antara ibu dan patung ini memiliki ikatan batin? Hah, apa mungkin patung dan manusia bisa memiliki ikatan batin? Tania berkata dalam hati.

“Tapi… patung ini berdebu, tak pernah dibersihkan,” sahut Tania tersendat.

“Patung itu belum jadi! Tak ada yang boleh menyentuh patung itu sebelum patung itu selesai diukir!”
Tania terdiam.
Ibu melangkah pergi.

*

Setelah makan malam, ibu melangkah menuju halaman depan. Dari teras rumah, Tania melihat ibu yang duduk di kursi taman sambil menatap bulan purnama yang bersinar terang. Perlahan Tania melangkah menghampiri ibu. Dari dekat, Tania melihat ibu yang tersenyum dengan mata berbinar-binar. Tampak begitu bahagia.

“Semalam Ibu bermimpi bertemu dengan ayah…” ibu berkata tanpa mengalihkan pandangannya menatap bulan purnama.
“Benarkah?” tanya Tania lalu duduk di samping ibu.
Ibu mengangguk, “Ya. Kata ayah, sekarang dia berada di bulan…”
Tania terdiam, menatap wajah ibu dengan sedih.
“Sekarang Ibu merasa sangat bahagia. Ibu benar-benar melihat wajah ayah di bulan itu. Dia sedang tersenyum menatap Ibu…”
Tania tertunduk. Dadanya terasa diiris-iris. Perih. Air matanya ingin tumpah, namun tetap coba dia tahan.
“Tania, kau kenapa?” ibu menoleh menatap wajah Tania.
Tania tetap diam. Air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya menetes juga.
“Kau menangis, Sayang?” ibu mengangkat wajah Tania.
“Tania sangat terharu dan bahagia. Sudah lama Tania tak melihat Ibu tersenyum sebahagia ini…”
Ibu segera memeluk Tania. Air matanya bercucuran.
Sementara langit mulai berwarna kelabu. Awan-awan hitam berarak-arak merayapi paras bulan yang memancarkan sinar keemasan. Malam pun berubah kelam saat gerimis perlahan jatuh.

*

Tania terbangun tengah malam, terhenyak di atas tempat tidur dalam posisi duduk. Matanya membulat nanar. Keringat di wajahnya membanjir. Deru napasnya tersengal-sengal, seperti baru saja dikejar-kejar penjahat. Tania mengucap istighfar. Dia baru saja mimpi buruk.

Dalam mimpinya dia melihat ibu sedang menatap bulan purnama. Beberapa saat kemudian setitik cahaya jatuh dari wajah bulan purnama itu ke pangkuan ibu. Ibu mengelus cahaya itu dengan lembut. Cahaya itu lalu membesar dan berpendaran, menyilaukan mata. Saat cahaya itu perlahan-lahan lenyap, tampaklah seorang laki-laki berdiri di hadapan ibu. Ternyata laki-laki itu adalah ayah.

Mata ibu tak berkedip menatap wajah ayah. Ibu masih tak percaya sosok di hadapannya itu benar-benar ayah. “Hendra…? Kau kah itu, suamiku?”

Ayah tersenyum dan mengangguk, “Ya. Aku Hendra, suamimu…”
Ibu berdiri dari duduknya lalu menghambur memeluk ayah. Di pelukan ayah, ibu tergugu. Penantiannya selama enam tahun ternyata tak sia-sia. Malam ini ibu benar-benar melihat ayah kembali, bahkan telah memelukknya.

“Aku sangat kagum dengan pendirianmu. Kau benar-benar wanita yang sangat setia. Walau banyak laki-laki yang mengharap cintamu, namun kau tak pernah mau memalingkan hatimu dari cintaku. Aku benar-benar bahagia…” Kristal-kristal bening berguguran juga dari kedua sudut mata ayah.

“Kau adalah laki-laki teristimewa yang pernah kumiliki. Sungguh kau tak kan pernah tergantikan dengan laki-laki mana pun…”

Beberapa saat lamanya ibu dan ayah berpelukan, melepaskan kerinduan mendalam dalam suasana penuh haru. Tania yang menyaksikan pemandangan itu dari kejauhan pun tak kuasa membendung air matanya.

“Kedatanganku ke mari untuk menjemputmu,” bisik ayah lembut.
Ibu melepaskan pelukan ayah. “Menjemputku?”
“Ya. Aku ingin membawamu ke bulan. Di sana kita pasti bisa merasakan kebahagiaan tanpa seorang pun dapat mengusik kita.”
“Tapi, bagaimana dengan Tania?”
“Tania?”
“Ya, dia anak kita. Kau masih ingat?”
“Tentu saja.”
“Dia harus ikut.”
“Kalau dia ikut, dia bisa mengganggu kebahagiaan kita. Aku ingin kita berdua saja.”
“Kalau begitu, aku tak mau ikut denganmu. Tak mungkin aku tega meninggalkan Tania sendirian.”
“Apakah kau tak mencintaiku lagi?”
“Aku sangat mencintaimu. Tapi…”
“Kalau kau benar-benar mencintaiku, kau harus turuti apa kataku!”
“Kau egois!”
“Kau harus ikut aku!” ayah mencengkeram kedua lengan ibu.
“Aku tak mau!” ibu berusaha berontak.
“Kau hanya milikku! Tak ada yang boleh merebutmu dariku!” cengkeraman tangan ayah semakin kuat. Matanya tampak berkilat-kilat. Ayah menyeringai buas seperti serigala haus darah. Ibu semakin ketakutan.
“Kau… kau bukan suamiku! Lepaskan aku! Lepaskan!!” ibu meronta-ronta.

“Tidak akan kulepaskan! Tidak akan! Hua ha ha ha…!” tiba-tiba di tubuh ayah tumbuh sepasang sayap burung garuda. Saat ayah mengepakkan sayapnya, tubuh ibu pun ikut terbang ke udara.

Tania mengejar ibu dengan panik. “Lepaskan ibuku! Lepaskaaaan…!” Tania berteriak-teriak. Namun ayah tak menghiraukannya. Setelah itu Tania terjaga dari mimpinya.

Tania menyeka keringat di wajahnya. Cahaya rembulan menerobos masuk melewati jendela kaca yang hordennya tesingkap. Perlahan Tania melangkah menghampiri jendela lalu memandang ke luar. Bulan purnama bersinar terang di langit. Tampak begitu indah. Tiba-tiba Tania teringat ibu. Cepat-cepat dialihkannya pandangannya menatap kursi taman di halaman depan. Tania terperanjat. Ibu masih duduk di sana sambil menikmati indahnya bulan purnama. Bergegas Tania keluar dari rumah menghampiri ibu.

“Bu, malam sudah sangat larut. Sebaiknya Ibu segera istirahat. Besok kan, Ibu harus ke kantor?” Tania berkata lembut.

Ibu menoleh. Menatap wajah Tania lekat, lalu tersenyum. “Tania, saat ini Ibu merasa bahagiaaa sekali! Kau tahu apa yang membuat Ibu bahagia?”

Tania diam menanti jawaban ibu.
“Baru saja ayah turun dari bulan menemui Ibu. Dia berjanji akan datang lagi saat ulang tahun Ibu besok…”

Tania menundukkan wajah. Dadanya teriris-iris. Perih. Tuhan… jangan biarkan ibuku menderita seperti ini. Kasihan ibu. Aku sangat sayang ibu… jerit Tania dalam hati. Tiba-tiba air matanya jatuh lagi.

*

Besok ibu ulang tahun. Ulang tahun yang ke 39. Berbagai perlengkapan telah dipersiapkan sejak dua minggu terakhir. Mulai dari gaun yang harus ibu kenakan, kue ulang tahun, dan beberapa perlengkapan lainnya.

Tania baru bangun dari tidur siangnya. Dipicingkannya matanya melihat jam di dinding kamarnya. Jam lima sore! Cukup lama juga dia terlelap. Mungkin karena terlalu lelah dengan aktivitas di sekolahnya yang padat.

Tania segera beranjak dari kamarnya menuruni tangga menuju lantai bawah. Di ruang tengah dia mendapati ibu telah mengenakan gaun indah berwarna jingga. Tak berkedip Tania memandang wajah ibu. Tania terkagum-kagum. Ibu cantik sekali! Belum pernah dia melihat ibu berhias secantik ini sebelumnya.

“Tania? Kenapa bengong begitu?” tegur ibu sambil membawa dua buah piring kaca berisi puding jagung berukuran mini. Segera diletakkannya piring-piring itu dengan sangat hati-hati di sebuah meja yang telah dipersiapkan di ruang tengah. Bik Narti turut membantu ibu. Beberapa minuman dan makanan mewah yang lainnya telah tersaji di meja itu. Baunya semerbak membangkitkan selera. Membuat Tania lapar.

“Oh eh… Ibu cantik sekali sore ini,” sahut Tania sekenanya sambil melangkah menghampiri meja. “Wah, banyak sekali makanan mewah di meja ini?” mata Tania berbinar-binar. “Siapa tamu yang akan bertandang? Sepertinya istimewa sekali?”

Ibu tersenyum, memandang wajah Tania lekat-lekat. “Malam ini ayah akan datang menemui Ibu.” Ibu berkata dengan raut wajah berbunga-bunga. Ibu tampak sangat bahagia.

Tania diam. Matanya yang tadi berbinar-binar berubah pias. “Ibu yakin ayah akan datang?” tanya Tania pelan. Hampir tak terdengar.

“Ayah laki-laki setia. Dia selalu menepati janjinya…”
Tania tersenyum samar. Segera dia menjauh sebelum air matanya benar-benar jatuh.

*

Malam telah larut. Tania masih melihat ibu di halaman rumah, duduk di kursi taman sambil menatap wajah bulan yang terang benderang. Udara di luar sangat dingin. Tania melangkah menghampiri ibu.

“Bu, malam telah larut. Udara dingin sekali. Sebaiknya Ibu istirahat saja…” Tania tampak khawatir.

“Sebentar lagi ayah datang. Ibu harus menunggunya…” lirih terdengar suara ibu.
“ Malam sudah sangat larut. Tania khawatir Ibu sakit.”
“Ayahmu laki-laki setia. Dia pasti menepati janjinya.”
“Tapi…”
“Sudahlah! Ibu yakin ayah datang malam ini. Ibu harus menunggunya. Ibu tak ingin membuat ayah kecewa…”

*

Tania terbangun dari tidurnya. Cahaya mentari pagi yang menerobos masuk melewati lubang ventilasi kamarnya menampar wajah Tania. Silau. Tania menyipitkan matanya. Jarum jam di dinding kamarnya telah menunjukkan pukul delapan. Tania heran. Biasanya ibu selalu mengomel kalau dia bangun kesiangan. Apa mungkin karena hari ini hari Minggu? Berkali-kali Tania menguap sebelum akhirnya beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mencuci muka.

Tania lalu melangkah menuruni tangga menuju lantai bawah. Dia ingin menemui ibu. Biasanya ibu suka berbenah rumah kalau hari libur seperti ini. Ah, bukannya hari ini ibu ulang tahun?! Ya Tuhan… Tania hampir saja lupa. Tania mempercepat langkah menuruni anak tangga. Dia sudah tak sabar untuk mengucapkan selamat ulang tahun dan memberi ciuman cinta pada ibu.

Di ruang tengah Tania melihat Bik Narti sedang membereskan piring-piring kotor yang berserak di atas meja. Tania mengerutkan alis. Teringat ibu yang menanti kedatangan ayah semalam. Apa mungkin ayah benar-benar menemui ibu semalam?

“Ibu di mana, Bik?” tanya Tania agak khawatir. Semalam ibu menunggu kedatangan ayah hingga larut malam.

“Bibik tidak tahu, Non. Mungkin masih di kamarnya.”
Tania bergegas menuju kamar ibu, tapi ibu tak ada di kamarnya. Tania beranjak menuju dapur, namun ibu juga tak dia temukan di sana. Tania melangkah menuju halaman depan, namun lagi-lagi ibu tak ditemukan juga. Oh, di mana ibu? Tania cemas sekali. Keringat di wajahnya bercucuran.

Dengan perasaan kecewa Tania melangkah menuju ruang tamu. Kedua matanya langsung tertuju ke sudut ruangan, tempat di mana patung ibu berada. Mata Tania membulat seketika. Dilihatnya patung itu kini telah sempurna! Patung itu telah selelai dibuat. Patung itu benar-benar mirip ibu!

Perlahan Tania melangkah menghampiri patung itu. Ditatapnya wajah patung itu lekat-lekat. Patung itu seperti hidup.

“Ayahmu telah menepati janjinya untuk menyelesaikan patung pahatannya tepat di hari ulang tahun ibumu…” bibir patung itu tampak bergerak-gerak.
Tania terpana.

Ahmad Ijazi H, Mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim Pekanbaru
Pemenang Ke-2 LMCR 2009 untuk kategori C (Mahasiswa, Guru dan Umum)

Lomba Puisi "Give Spirit for Indonesia 2011"

Bismillahirrahmanirrahiim....
Assalamu'alaikum warrahmatullah wabarakatuh
Teriring salam sejahtera dan terangkai bait-bait terindah di ruang maya.

Kaifa halukum ya akhy wa ukhty...? Semoga senantiasa dalam lindungan dan rahmat Allah SWT.
Tetap melangkah meski lelah. Tetap tersenyum meski sulit menjelma sakit. Tetap bersabar di tengah ujian.

Mengawali akhir tahun, biarlah masa lalu jadi sebuah cermin untuk kita kenang. Sebagai pelajaran. Dalam hidup yang tak selamanya kita pandang.

Pasti semua merasakan tahun 2010 bagi bangsa Indonesia adalah tahun yang menarik ribuan airmata. Menjadi genangan yang selanjutnya membanjiri sekitar kota.

Karena itu, lomba ini saya adakan untuk menjaring semangat dari teman-teman. Dengan tema lomba cipta puisi "Give Spirit for Indonesia 2011". Adapun ketentuan/kriteria perlombaan puisi adalah sebagai berikut :
1. Peserta laki-laki dan perempuan
2. Karya yang dikirimkan harus karya sendiri atau original
3. Bertemakan kehidupan dan bencana (menekankan pada semangat untuk Indonesia)
4. Karya yang dikirimkan belum pernah di publikasikan.
5. Tulisan di buat dan di kirim ke email: efirdausza@yahoo.com
6. Bentuk puisi bebas, ditulis dalam Bahasa Indonesia
7. Paling lambat tanggal 24 Desember 2010
8. Puisi akan dinilai oleh dewan juri:

1. Kakak Izel Muhammad. Mahasiswa Dar El Oloem Assyar'iah. Yemen. Jurusan Adab arabic. Silahkan lihat sebagian karyanya disini,(http://izelmuhammad.multiply.com/)

2. Kakak Raja Syahir. Dari Pondok Modern Gontor V “Darul Muttaqin” Banyuwangi.Beliau dulu adalah anak teather dan pembimbing ARMADA (Association teather muslim Darul Muttaqien) jadi sangat mahir bikin puisi. silahkan lihat sebagian karyanya disini (http://neoraja.multiply.com/)

3. Kakak Daffodil. Dari Solo, Jawa Tengah. Sedang studi di magister manajemen UNS. Sangat menyukai dalam dunia tulis menulis terutama puisi. Silahkan lihat sebagaian karyanya disini. (http://daffodilslife.multiply.com/)

9. Keputusan dewan juri mutlak tidak dapat diganggu gugat.

10. Peserta hanya diperbolehkan maksimal mengirim 2 karya dengan tema yang berbeda.

Hal-hal yang menjadi penilaian oleh dewan juri, di antaranya :

1. kesesuaian tema2. kekuatan metaphor dan diksi,3. keindahan puisi,4. kekuatan pesan\makna5. subjektivitas juri.6. pemilihan judul

Hadiah Pemenang Lomba :
1. Uang tunai Rp. 300.000 + buku Muhammad: Lelaki Sang Penggenggam Hujan. Tasaro GK (untuk pemenang pertama)
2. Uang tunai Rp. 200.000 + buku KEMI: Cinta Kebebasan Yang Tersesat. Dr. Adian Husaini (untuk pemenang kedua)
3. Uang tunai Rp. 100.000 + buku Bumi Cinta. Habiburrahman El SHirazy (untuk pemenang ketiga)
4. Selain itu juga ada 7 peserta terbaik yang akan mendapat buku, CFI; Hapuslah Air Matamu.

Penggumuman pemenangnya seminggu setelah penutupan lomba diMP (http://firdausza.multiply.com/)

Insya Allah kumpulan lomba dari seluruh peserta akan dibuat ebook Puisi "Give Spirit for Indonesia 2011"

Demikian pemberitahuan lomba puisi ini saya sampaikan, semoga terjalin kerjasama yang baik di antara penyelenggara dan peserta, serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam lomba puisi ini. Dan semoga semangat dari teman-teman untuk Indonesia 2011 dapat menjadi amal yang mendapatkan ganjaran setimpal.

Meski hanya lewat aksara
Berkaryalah
Biarlah semua mendengar
Apa yang terpendam dalam setiap matamu terpancar
Jazakumullah khairan katsiran


Penyelenggara~Elaine Firdausza~

Selamat Berkarya saudara dan saudariku.[]
(Sumber : grup Info Lomba dan Peluang Menulis)

FLP Riau Gelar Lomba Puisi Tingkat Nasional

Peserta Membludak dari Mahasiswa Hingga TKW
Humas FLP - Forum Lingkar Pena (FLP) Riau kembali menggelar kompetisi sastra. Kali ini dipilih lomba puisi sebagai bentuk kepedulian komunitas sastra yang ada di Riau tersebut untuk menggugah bakat-bakat sastra di kalangan pelajar, mahasiswa dan juga kalangan guru yangtidak hanya terbatas di wilayah Riau tapi dari luar Bumi Lancang Kuning ini.

Uniknya kompetisi yang diberi nama Lomba Puisi Nasional FTD (Forum Tinta Dakwah) ini dipublikasikan hanya di dunia maya saja. Meskipun begitu antusias peserta sangat pesat. Hingga akhir batas penutupan(20/10) naskah yang masuk sekitar 500-an. Dan pada batas akhir pengiriman, panitia menerima hampir seratusan naskah. Awalnya panitia tidak menyangka peserta demikian antusias. Padahal kita hanya mempublikasikannya lewat facebook saja.
Selain itu kompetisi tersebut diadakan dalam rangka menyongsong hari pelantikan pengurus FLP Wilayah Riau, yang akan digelar pada tanggal 19 Desember mendatang. Sebagaimana karakter FLP, tema lomba berkaitan dengan sastra Islam. Dan kriterianya sendiri tidak lebih dari 50 kata. Maka, lomba puisi ini juga dinamakan Lomba Puisi 50 Kata.

TKW Hongkong Ikut Lomba

Tidak hanya peserta dari dalam negeri saja yang mengikuti lomba tersebut, tapi juga ada dari berbagai negara. Dari naskah yang masuk ada peserta yang berasal dari Hongkong. Setelah kami selidiki ternyata yang bersangkutan berprofesi sebagai TKW. Umumnya kalangan pelajar dan mahasiswa yang ikut. Tapi kalangan guru, pegawai swasta juga banyak. Dan umumnya latar belakang mereka bukan penulis.

Selain peserta dari Hongkong, ada juga naskah yang masuk dari pengguna facebook asal Jepang, Mesir dan Amerika. Sementara peserta dari nusantara berasal dari Aceh, Jambi, Sumut, Sumsel, Jawa hingga Nusa Tenggara. Adapun salah satu peserta dari Nusa Tenggara itu adalah seorang guru Bahasa Indonesia yang mengajar di wilayah terpencil.

FLP Riau menilai bahwa facebook yang selama ini cenderung diisi dengan hal-hal yang kurang bermanfaat, termasuk lomba-lomba sastra yang jauh dari nilai pencerahan. Maka lomba yang diadakan tersebut diharapkan bagian dari upaya memuat hal-hal yang bermanfaat bagi dunia maya. Dunia maya dinilai salah satu sarana yang efektif dalam mengembangkan sastra, terutama sastra Islam. Bila melihat perkembangan sastra di dunia maya yang begitu pesat, dan informasi yang kita sajikan begitu cepat diakses, maka lomba dan sastra itu sendiri punya potensi besar untuk dikembangkan.

Terbitkan Antologi

Tidak hanya sampai disitu saja. FLP Riau berencana akan menyeleksi lebih lanjut puisi-puisi yang masuk untuk dihimpun menjadi sebuah antologi. Buku kumpulan cerpen tersebut nantinya bisa dimanfaatkan oleh siapapun, termasuk sebagai referensi bagi kalangan pelajar sekolah-sekolah dan mahasiswa di perguruan tinggi. Hanya saja kita berharap ada kalangan yang tertarik untuk bekerjasama dalam pembuatan buku Antologi Puisi 50 Kata ini. Sebab kalau dilihat dari kualitas dan kuantitas naskah yg masuk, cukup memadai untuk dibuat antologi.

Rencananya lomba dengan tema "Wujud cintamu pada Sang Pencipta" tersebut akan dimeriahkan pada acara puncak pelantikan FLP Riau dengan menghadirkan penulis nasional Taufik Ismail, pada Bulan Desember mendatang.