Acara Diskusi FLP mencerahkan. exmple

Blog ini masih dalam perbaikan. FLP senantiasa berkomitmen untuk menjadikan organisasi menulis ini menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk Indonesia

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 28 Agustus 2009

LOMBA MENULIS CERPEN ISLAMI, PUISI RAMADHAN DAN POSTER PALESTINA
TINGKAT MAHASISWA TABLOID AR-ROYYAN UNIVERSITAS RIAU

Ketentuan umum:
1. Peserta adalah mahasiswa/I perguruan tinggi di Riau
2. Melampirkan fotocopy KTM, biodata dan biografi singkat
3. Naskah diserahkan ke sekretariat panitia; sekre UKMI Ar-Royyan Mesjid Arfaunnas Universitas Riau selambat-lambatnya 15 September 2009
4. Peserta dibenarkan mengikuti lebih dari satu jenis lomba, dan hanya boleh mengirimkan satu naskah dalam tiap lomba.
5. Naskah adalah karya asli peserta dan belum pernah dipublikasikan/ diikutlombakan sebelumnya.
6. Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat
7. Naskah yang masuk menjadi hak milik panitia dan panitia berhak mempublikasikan sewktu-waktu
8. Karya tidak mengandung unsur SARA dan pornografi
9. Pengumuman pemenang tanggal 1 oktober 2009

Ketentuan khusus :
1. Tema lomba:
Cerpen : Bebas, Islam
Puisi : Ramadhan
2. Poster
a. Poster : Aku dan palestina
b. Poster dibuat dengan menggunakan program photoshop, corel draw dan sejenisnya dan diprint dikertas A4 1 lembar
c. Peserta wajib file poster ke dalam CD dalam format JPG ukuran min 2000 x 1500 pixel
3. Cerpen
a. Tema cerpen bebas islami
b. Cerpen diketik dikertas A4 dengan jenis tulisan :Tahoma, size: 10 pt, 1,5 spasi, margin 3 cm setiap sisi
c. Panjang cerpen maksimal 6 lembar
d. Naskah dibuat 2 rangkap dengan menyertakan soft copy dalam bentuk CD
3. Puisi
a. Tema : Ramadhan
b. Panjang puisi tidak terbatas
c. Puisi diketik dikertas A4, Tahoma size 10, 1.5 spasi, margin 3 cm setiap sisi
d. Naskah dibuat 2 rangkap dengan menyertakan soft copy dalam bentuk CD


Senin, 10 Agustus 2009

Cerpen Pemenang I lomba Menulis Cerpen HUT Bahana Mahasiswa 2009


Penyigi Damar
(Bambang Kariyawan Ys)


Asap obor damar meliuk-liuk bersamaan dengan gerakan liar dukun. Tabuh Bebano menghentak-hentak membunuh kebisuan malam. Ketika Bebano mulai memberikan bunyi dengung indah sang dukun pun menari dan menyanyi sambil mengelilingi pesakit. Asap kemenyan mengepul, tercium semerbak membumbung ke langit. Tariannya makin lama semakin lincah, dan nyanyian mantranya pun semakin nyaring.
Pelanduk Putih, tekial-kial
Te-joek mato, sembilan mato
Kono apo badan tejual
Togah dek adik, pemenan mato,
Kato Pelanduk *)

Aku berada di antara ritual yang membuatku harus menjaga obor damar. Obor yang menghidupi sebuah keberhasilan ritual. Bila sedikit saja aku terlelap maka gagallah ritual ini. Itulah aku si Penyigi Damar dalam ritual Bedewo.
Badewo dalam kepercayaan orang Bonai sebagai upacara pengobatan tradisional. Menurut mereka pada zaman dahulu semua Dewo berdiam di bumi, pada negeri yang bernama “Kayang Tujuhan”. Para Dewo itu dipandang sebagai penguasa, dan manusia adalah rakyatnya. Karena sesuatu hal yang menyangkut ulah manusia, maka para Dewo itu membubung ke atas meninggalkan rakyatnya. Maka bila diperlukan, mereka harus dipanggil agar turun. Upacara “memanggil” para Dewo itulah yang dikenal sebagai upacara “Bedewo”.

”Ingat, Jang. Ikuti ritual ini dengan baik. Kau tumpuan kami untuk meneruskan tradisi ini.” Kalimat itu bagiku bukanlah sebuah harapan, tapi aku rasakan sebagai belenggu. Berulang kali aku katakan pada emakku.
”Mak, aku tak ingin jadi dukun Badewo seperti bapak.”
Hanya pada emaklah aku berani mengungkapkan ketidaksukaanku. Pada bapak bukannya aku tidak berani tapi sikap memaksanya membuatku malas untuk bicara padanya. Bapak selalu menganggap kata-kata orang tua adalah perintah. Membantah adalah pembangkangan. Ketidakmampuanku mengungkapkan ketidaksukaan pada paksaan bapak membuatku limbung dalam menentukan masa depan. Pergaulan sesama temanku di kampung, di sekolah kadang menjadikan bahan cemoohan.
”Anak dukun, ya harus jadi dukun.”

Kalimat-kalimat itu membuatku makin terpuruk dalam ketidakpercayaan diri. Ketika teman-temanku menata diri untuk kuliah mengambil beragam jurusan di perguruan tinggi, sedang aku?
”Kau tidak perlu kuliah, kau harus mewarisi ilmu Badewo Bapak. Cukup dengan ilmu ini dan kebun karet untuk hidup kau.”
Selalu itu alasan yang disampaikan. Aku tahu untuk urusan perut bapakku termasuk orang berpunya di kampungku. Dengan kebun karet berhektar-hektar membuat kami dipandang oleh masyarakat.
”Malam ini, kau ikut Bapak. Kita akan Badewo, anak kepala desa sakit keras, teman kau tuh. Dokter dah angkat tangan. Entah sakit apa kiranya. Siapkan obor damar kau. Jaga obor damar kau.”
”Pak, besok Ujang mau ujian sekolah.”
”Jadi kau mau apa?! Coba-coba membangkang?! Ingat Jang, berapa kali aku cakap. Kau harus menjadi pewaris ilmuku. Jadi kau harus mendahulukan setiap ada acara Badewo, batalkan yang lain.”
Aku hanya bisa memandang emakku yang juga tak berdaya untuk memberikan alasan. Kutangkap bahasa teduh mata emak.
”Ikut ajalah Jang, tak guna membantah bapak kau tuh.”
Kusiapkan obor damarku dengan terpaksa. Kupandangi obor damarku yang begitu setianya menemani. Damar yang kudapatkan dari getah kayu hutan yang telah membeku dan berbungkah-bungkah dan bercerai-berai ini kugulung dengan upih pinang sebesar lengan, kemudian kuikat dengan tali. Kusiapkan penjepit kayu untuk menampung dalam tadah agar arangnya tidak berceceran di lantai.. Kuisi lubang minyak damarnya. Dengan langkah yang kupaksakan menuju halaman menemui bapak yang telah siap-siap berangkat.

”Dah, kau siapkan semua? Tak boleh ada yang tinggal.” Tanya sekaligus perintahnya yang sering kudengar setiap kali mengajakku untuk berbadewo. Pikiran bercabang-cabang antara ujian di esok pagi dan tugas menyigi damar malam ini. Acara yang selalu dilaksanakan malam hari ini selalu memakan waktu sampai subuh hari. Dipercaya, bahwa pada siang hari para Dewo itu tidur. Karena itu bila ingin berurusan dengannya, haruslah pada malam hari. Setiba di rumah pak kades kutemukan orang-orang yang biasa menemani bapak berbadewo.

Ruangan pengobatan telah disiapkan dalam keremangan rembulan malam yang mencuri masuk lewat jendela. Pedupaan untuk membakar kemenyan dengan bara api yang di alas dengan abu. “Selendang” pucuk kepau yang telah dirangkai menjadi beragam bunga dan hiasan. Tukang tabuh Bebano pun telah siap dengan Bebanonya.
Ritual diawali dengan menilik. Bapak menaburkan bertih ke dalam pinggan berisi air, yang dimantrainya lalu ditutup. Setelah menunggu sejenak, bapak membuka dan posisi bertih yang merapung di air diperhatikan oleh bapak dengan seksama.
Bapak mulai menari dan menyanyikan mantra-mantra sampai kesurupan. Biasanya kalau sudah seperti ini berarti dunia magi telah menghampirinya.Bapak melihat semuanya dalam keadaan terbalik, kepala ke bawah dan kaki ke atas, dan semuanya bertelanjang bulat. Makanya aku si penyigi damar dan tukang tabuh Bebano haruslah seorang laki-laki.

Dingin malam membelai mataku dan membuat mataku melelap dan spontan membuat obor terjatuh dan padam sesaat. Keterkejutanku membuat sebuah teriakan keras suara bapak.
”Siaalll!!!”
Aku hanya mematung. Aku tersadar dari kantuk dan tak tahu lagi membayangkan merahnya wajah bapak. Bola matanya menjadi panah api yang siap menghujam ke dalam jantungku. Sebuah tamparan keras mendarat. Semua mata menusuk bola mataku. Aku tak mampu menengadakan wajahku. Sebuah tragedi telah menanti.
”Ujang, pulang kau!!” Kembali teriakan itu bergema.
Aku berlari meninggalkan obor damar dan melewati wajah-wajah marah.
”Kau harus bertanggung jawab kalau ada apa-apa dengan anak ini.”
Aku tidak peduli lagi, yang aku lakukan berlari menuju rumah. Gelap malam membenamkanku dalam kelam. Bunyi jangkrik malam mengejekku dengan bunyinya menertawakan kebodohanku.

”Aku harus buat keputusan.” Entah keputusan apa yang harus kupilih, yang penting kaki ini segera kembali ke rumah. Hawa rumahku telah menyambutku. Terasa panas. Aku menuju kamar dan kukemasi baju alakadarnya. Saat ini aku hanya ingin terbang sejauh mungkin. Aku takkan mampu menerima kemarahan bapak. Namun dari keremangan lampu kamar kusempat melihat wajah emak yang telah lelap dan lelah menemani lelaki yang disebutnya suami yang tidak bisa dikalahkan oleh kata-kata nasehat. Sebutir air mata meluncur.

”Mak, Ujang pergi,” ucapku lirih.
Ketika langkah gontai ini meninggalkan wajah lelah emak, seketika itu pula teriakan mampir di telinga.
”Mau kemana kau?!!”
Obor damar yang tadi sempat menjadi bencana diayunkan ke arahku. Namun entah dari arah mana tiba-tiba emak ingin melindungiku dan dengan sekali libas obor damar menghantam kepala emak.
”Emak!!!” Aku dan bapak berteriak hampir bersamaan.
Teriakanku teriakan gelombang amarah. Teriakan bapak teriakan ketakutan. Aku rangkul emak yang berlumuran darah di kepalanya.
”Puas bapak!!??” Entah keberanian darimana aku berani mengucapkan kalimat perlawanan itu.
”Jawab pak!!! Jawab!!!” Paksaku. Kulihat wajah bapak yang biasanya angkuh kali ini wajah itu wajah sayu penyesalan.
”Emakkk!!!” Seketika itu pula tubuh emak mendingin beku.



Keterangan:
*) Pelanduk Putih, terkial-kial
Terjerat mata, sembilan mata
Karena apa badan terjual
Karena adik permainan mata,
Kata Pelanduk




Bambang Kariyawan Ys.
Ketua Bidang Fiksi dan Non Fiksi FLP Riau



Sabtu, 08 Agustus 2009

INFO PRESTASI


INFO PRESTASI

Tahniah untuk rekan-rekan FLP Riau yang baru saja memperoleh prestasi, atas nama:
1. Indra Purnama (staf Danus FLP Riau) sebagai pemenang III lomba menulis artikel “Stop Global Warming” kategori umum dan mahasiswa Harian Riau Mandiri, Agustus 2009
2. Sugiarti (Staf Humas FLP Riau) sebagai pemenang I lomba menulis resensi “Pesta Riau Sejuta Buku” Bandar Serai MTQ Pekanbaru.
Semoga kemenangan ini menjadi api penyemangat perjunagan dakwah kepenulisan di bumi Lancang kuning, insyaallah.